MAHAR HAFALAN AL-QUR’ĀN DALAM PERNIKAHAN: Perspektif Shifting Paradigm Thomas Kunh
Main Article Content
Abstract
Dowry is a sign that a man indirectly redeems or buys a woman to be his wife in a marriage relationship. Observing the essence of the dowry that has been given, there are other benefits that can be taken into account, so that the dowry given contains valuable value and can be felt by the recipient. However, on the other hand, the type of dowry becomes an option for the bridegroom to give dowry in various ways. For example, in the case of the dowry given by one of the perpetrators of the marriage in the form of memorizing several letters of the Qur'an. It is interesting to observe whether this dowry can be felt by the owner (wife). The purpose of this study is to provide a statement that the dowry given must be in the form of objects whose form can be felt, witnessed and even the amount is known to the parties. This research process uses Thomas Kuhn's Shifting Paradigm method. This means a change in the way of thinking by the community in the case of dowry for memorizing al-Qur'an letters, so that when associated with this research is to no longer use the dowry model of memorizing the Qur'an that once occurred in the time of the Prophet Saw. The intention of the dowry is to be in the form of an object that can actually be seen, felt and witnessed by the recipient. The results of the research on the dowry of memorizing the Qur'an in essence cannot be felt by the owner, because when the delivery of the memorized Qur'an, the prospective wife only listens to it, but does not own it as a whole. However, when the dowry is in the form of money, precious metals and the like, it is a dowry that can be utilized, felt can be shown and the amount can be calculated, so that when in certain conditions the dowry can be used properly as needed.
[Mahar merupakan isyarat bahwasanya laki-laki secara tidak langsung menebus atau membeli perempuan untuk dijadikannya sebagai istri dalam hubungan pernikahan. Mencermati esensi mahar yang telah diberikan, adanya kemanfaatan lain yang dapat diperhitungkan, sehingga mahar yang diberikan mengandung nilai yang berharga dan dapat dirasakan oleh penerimanya. Namun disisi lain adanya tipe mahar menjadi opsi bagi mempelai laki-laki untuk memberikan mahar secara bervariasi. Contoh dalam kasus mahar yang diberikan oleh salah satu pelaku pernikahan dalam bentuk hafalan beberapa surat al-Qur’an. Hal ini menarik untuk dicermati, apakah mahar ini dapat dirasakan oleh pemiliknya (istri). Tujuan penelitian ini memberikan statement bahwasanya, mahar yang diberikan harus berupa benda yang wujudnya dapat dirasakan, disaksikan bahkan jumlahnya diketahui pihak-pihak. Proses penelitian ini menggunakan metode Shifting Paradigm Thomas Kuhn. Artinya perubahan cara berpikir oleh masyarakat dalam kasus mahar hafalan surat al-Qur’an, sehingga ketika dikaitkan dengan penelitian ini adalah untuk tidak lagi menggunakan model mahar menghafalkan al-Qur’an yang pernah terjadi di zaman Nabi Saw. Adanya maksud dari pemberian mahar itu berupa wujud benda yang betul-betul dapat dilihat, dirasakan dan disaksikan oleh penerimanya. Hasil penelitian tentang mahar hafalan al-Qur’ān secara esensinya kurang dapat dirasakan oleh pemiliknya, sebab ketika penyampaian hafal al-Qur’ān, maka pihak calon istri hanya mendengarkannya saja, namun tidak memilikinya secara keseluruhan. Namun ketika mahar itu berbentuk uang, logam mulia dan sejenisnya, merupakan mahar yang dapat dimanfaatkan, dirasakan dapat diperlihatkan dan secara jumlah dapat diperhitungkan, sehingga ketika dalam kondisi tertentu mahar tersebut dapat digunakan dengan semestinya sesuai kebutuhan].
Article Details

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
References
Abdul Aziz, Zainuddin, (tt), Fathul Mu’in. Indonesia: Daar Ikhyai Kutub al-Arabiyah.
Abdul Rozak, dkk, Fakih, (2024) ‘Kontroversi Mahar Perkawinan Dengan Hafalan al-Qur’an Perspektif Hukum Islam’, Jurnal Tasamuh: Jurnal Studi Islam, 16(1), pp. 113–135.
Abu Bakar Ibnu Muhammad al-Husaini, Taqiyudiin, (tt), Kifayah al-Akhyar, Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiah.
Ahadi dan Siti Djazimah, Bima, (2020), “Menjaga Agama dan Akal Melalui Prosesi Perkawinan”, Jurnal Al-Ahwal, 13(2), p. 161.
Al-Ghifari, Hilman, (2021) ‘Hafalan dan Pengajaran al-Qur’an sebagai Mahar Pernikahan Menurut Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i’, Jurnal Perbandingan Hukum dan Pemikiran Islam, 1(1), pp. 54–66.
Al-Hamdani (1989) Risalah Nikah Perkawinan Hukum Islam. Jakarta: Pustaka Amani.
Al-Hanafi, Kamaluddin, (tt), Syarh Fathul Qadir Juz 3. Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiah.
Al-Jurairy, Abd. Al-Rahman, (tt) Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, Vol. Juz 4. Maktabah al-Tirajiyah.
Al-Razzaq al-Duwaish, Ahmad bin Abd, (2003) Fatwa al-Lajnah al-Daimah, Vol. XIX. Riyād: Daar al Muayyid.
Al-Syairazi, Abu Ishaq, (1990) Al-Muhadzab fi Fiqh Imam Al-Syafi’i. Beirut: Daar al-Fikr.
Apriyanti (2017), "Historiografi Mahar Dalam Pernikahan", An-Nisa’a: Jurnal Kajian Gender dan Anak, 12(2), p. 168.
Az-Zuhaili, Wahbah, (2014), Al-Fiqh al-Islāmi wa Adilatuh, Juz VII. Beirut: Dār al-Fikr al-Mua’sir.
Aziz al Jaudul, Said Abdul, (1992), Wanita di Bawah Naungan Islam, Jakarta: Cv. Al-Firdaus.
Fathir dan Mohammad Faisal Aulia, Dwi, (2023), “Konsep Kedudukan Mahar dalam Perkawinan Islam”, Jurnal Pro Justicia, 3(2), p. 116.
Ghazaly Abd. Al Rahman, (2010) Fikih Munakahat “Seri Buku Daras”. Jakarta: Prenada Media.
Imani (2003), Nur al-Qur’an An Enlightening Commentary into The light Of The Holy Qur’an”. Jakarta: AL-Huda.
Imron (2017) ‘Konsep Mahar Berupa Jasa Menurut Imam Syafi’i dan Abu Hanifah serta Relevansinya Dalam Hukum Perkawinan Islam di Indonesia’, in. Surabaya: UIN Sunan Ampel.
Irawan dan Jayasman, Ibnu, (2019) ‘Fenomena Hafalan al-Qur’an Perspektif Hukum Islam’, Palita: Journal of Social-Religion Research, 4(2), pp. 121–136.
Ismail al-Kahlani, Muhammad Ibn, (tt),Subul al-Salam, Bandung: Dahlan.
Ja’far, Muhammad, (2021) ‘Hukum Hafalan al-Qur’an dan Hadits Sebagai Mahar Nikah (Studi Terhadap Hadits Tentang Mahar)’, Jurnal Al-Mizan: Jurnal Hukum Islam dan Ekonomi Syariah, 8(2), pp. 243–256.
Nijar, Ahmad, (2020) ‘Mahar dalam Perkawinan (Kajian Singkat Berdasarkan Pragmatisme Hukum Islam)’, Junal Yurisprudentia: Jurnal Hukum Ekonomi, 6(1), p. 5.
Kaharuddin, (2015)Nilai-Nilai Filosofi Perkawinan, Jakarta: Mitra Wacana Media.
Kahfi, Abd,(2020),“ Mahar Pernikahan Dalam Pandangan Hukum Dan Pendidikan Islam” Jurnal PARAMUROBI, 3(1), pp. 60.
Kasir, Ibnu, (2005) Tafsir Ibn Kasir, Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i.
Kuhn, Thomas, (1992) The Structure of Scientific Revolution, Leiden: Institut Voor Theoretische Biologie.
Misbah Mrd (2024) ‘Konsep Mahar Dalam Al-Qur’an dan Relevansinya Dalam Masyarakat Kekinian’, AL-Fawatih: Jurnal Kajian Al-Qur’an dan Hadits, 5(1), pp. 123–133.
Muda’i, Syaiful, (2018) ‘Kontroversi Mahar Hafalan al-Qur’an Dalam Literatur Fiqih Klasik’, Journal Usratuna, 1(2), pp. 44–73.
Muhammad bin Ahmad Mahali dan Jalaluddin Abdurrohman bin, Jalaluddin, (tt) Tafsir Jalalaini. Surabaya: PT. Irama Minasari.
Muslim (tt), Shahih Muslim, Jakarta: ar Ihya al-Kutub al-Arabiyah.
NU Online (2023), Mahar Perkawinan berupa bacaan Al-Qur’an’, https://nu.or.id.
Qardhawi, Yusuf, (1995), Fatwa Kontemporer Jilid II. Jakarta: Gema Insani Press.
Rofiq, Ahmad, (2013), Hukum Perdata Islam di Indonesia Edisi Revisi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Saebani, Beni Ahmad, (2008), Perkawinan dalam Hukum Islam dan Undang-undang (Perspektif Fikih Munakahat dan Undang-undang No. 1/1974 Tentang Poligami dan Problematikanya). Bandung: CV. Pustaka Setia.
Sayyid Sabiq (tt) Fikih Sunnah, Kuwait: Daar al-Bayan.
...................... (tt) Fiqh As-Sunnah, vol. Juz II. Beirut: Daar Kutub Al-Arabiyyah.
Shuhuf, Muhammad, (2015) ‘Mahar dan Problematikanya (Sebuah Telaah Menurut Syari’at Islam)’, Jurnal Hukum Diktum, 13(2), p. 123.
Ulya dan Nushan Abid, Inayatul, (2015) ‘Pemikiran Thomas Kuhn dan Relevansinya Terhadap Keilmuan Islam’, Jurnal Fikran: Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan, 3(2), p. 268.
Wawancara, Asrori Maulana (Asr), Kab. Tegal, 2024.